Minggu, 15 Maret 2009

Hubungan Perawat-Dokter

KOLABORASI PERAWAT-DOKTER
DALAM RUMAH SAKIT

Di susun oleh: Dian Agustina
Eva Ria Utami
Feri Febriyono
Frenky Anggara
Hairul Mizan
Indra Prastiyo
Jefri Rakhmanda Putra
Khoirul Abidin
Lilis Suprastiana

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2009


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan rasa puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT , berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “KOLABORASI PERAWAT-DOKTER DALAM RUMAH SAKIT“ ini dapat terselesaikan.

Makalah Kolaborasi Perawat-Dokter dalam Rumah Sakit ini kami susun berdasarkan referensi data dari internet, buku,bahkan dari jurnalpun kami gunakan sebagai referensi. Makalah ini kami susun secara sistematis dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas Ilmu Sosial Politik semester 2.

Dalam penjelasan makalah ini, kami dapat bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Sugeng Mashud,S.Kep,NS di S1 Keperawatan semester 2 UM Surabaya
2. Teman-teman semester 2 serta semua pihak yang telah membantu kami.

Kami menyadari bahwa makalah ini tentu masih ada kekurangan dan kelemahan.Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan agar makalah ini bisa menjadi acuan kedepan yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua khususnya mahasiswa dan mahasiswi UM_Surabaya, serta mendapatkan ridho Allah SWT. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, juni 2009
Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sam yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian yang dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sam yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didenifisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision(1977) yang dikutip Siegler dan Whitney(2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.

Pada saat sekarang dihadapkan pada paradigma baru dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataannya profesi keperawatan masih kurang berkembang dibandingkan dengan profesi yang berdampingan erat dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasam dan kolaborasi dengan dokter perlu pengetahuan, kemauan, dan keterampilan, maupun sikap yang professional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien, Maupin dengan mitra kerjanya, sampai pada keterampilan dalam mengambil keputusan.

Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatau pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien. Kepuasan pada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi kelancaran komunikasi antaran petugas kesehatan (termasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan.


I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kerjasama dokter dan perawat dapat mencapai tingkat kolaborasi yang baik?
2. Bagaimana hubungan perawat dengan dokter didalam praktiknya dapat meningkat dengan baik dengan komunikasi yang baik pula?
3. Apakah perawat perlu rangsangan dari lingkungan yaitu rangsangan melalui kerjasama atau kolaborasi dengan dokter?
4. Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi system kolaborasi?


I.3 Tujuan
1. Mengetahui tahap-tahap praktik kolaboarasi
2. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan praktik kolaborasi
3. Perbedaan praktik kolaborasi di antara kelompok pasien


BAB II

II.1 TREND DAN ISSUE YANG TERJADI

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif yang berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendalap sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.


II.1.1 PEMAHAMAN KOLABORASI

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.

Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan apa yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan rencana, mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.


II.1. 2 ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi: pasien,perawat,dokter,fisioterapi,pekerja sosial,ahli gizi,manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada siuasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai membuat refelan pembarian pengobatan.

Kerjasam adlaha menghargai pendapat orang lain dan bersedia memeriksa beberapa alterntif pendapat dan perubaha pelayanan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa etiap anggota bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggot tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yng dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalammenyelesaikan permaslahan.

Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktis profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada pasien. Kolegasilitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkanseseorang atau menghindari tanggung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan ari yang sama: mutualitas,dimana dia mengartikan sebagai sutu hubungan yang menfalitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaan adlah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindari dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan koordinasi tidak kan terjadi.

Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perwat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangt kompleks. Tanggung jawab hokum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan mal praktek keperwatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengeni tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas sruktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.

Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memunkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengatahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat.


II.2 BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Subyek penelitian adalah 60 tenaga profesi yang terdiri dari 30 perawat dan 30 dokter sebagai responden, dan dilanjutkan observasi praktik kolaborasi dengan unit analis pasien (dengan 3 macam kelompok:10 pasien parah (40 x observasi, 10 pasien sedang (57 x observasi) dan 10 pasien mandiri (30 x observasi)).
Penelitian ini non-eksperimental degan rancangan cross sectional dengan unit analis interaksi perawat dokter dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Metode pengumpulan data denga cara observasi dan kosioner diberikan kepada semua dokter dan perawat yang merawat di ruang VIP.

Variabel penelitian, yaitu variabel independen praktik kolaborasi, variabel komunkasi (11 sub variebel) dan domain. Variabel moderator, yaitu variabel karakteristik demografi dan variabel kebutuhan ekonomi individu. Data dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan tingka praktik kolaborasi, dan untuk melihat hubungan komunikasi dan praktik kolaborasi, domain dan praktik kolaborasi dengan menggunakan analisis korelasi spearman rank. Untuk melihat hubungan tersebut yang dimoderasi oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu menggunakan regresi multivariate dan untuk melihat seberapa perbedaan praktik kolaborasi diantar kelompok pasien dengan menggunakan uji bedah “t_test”.


II.2.1 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tingkat praktik kolaboarasi pada pasien yang tergantung penuh (parah) belum mencapai kolaborasi tetapi, pada tahap berunding dan banyak tahap menghindar terutama lulusan SPK dan dokter spesialis. Sedangkan pada pasien yang ketergantungan sebagian (sedang) rata-rata pada tahap berunding-berakomodasi (mendekati kolaborasi). Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan pengetahuan antara dokter dan perawat maupun kurangnya komitmen dokter untu ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan dan mutu pelayanan keperawatan yang komprehensif (sesuai paradigma baru yaitu managed care).

Hasil observasi praktik kolaborasi menurut kelompk pasien: pasien parah dan menghindar 32%, berunding dan akan berunding 45%, pasien sedang dan menghindar 26%, serta berunding dan akan berunding 57,8%. Pada pasien yang mendiri dan menghindar 25%, berunding dan akan berunding 30%, dan berunding-berakomodasi 43%, dimana perawat berdiskusi dengan dokter pada pasien yang sudah mandiri untuk persiapan pulang, tetapi pada pasien parah kurang berdiskusi( hanya menerima pengarahan dan keputusan dari dokter). Sesuai standar akreditas rumah sakit, perawat dalam menyampaikan pasien pulang harus memberi penyuluhan dan membuat resum pemulangan pasien.

Hubungan komunikasi dalam pratik kolaborasi mempunyai nilai p<0,05 maka ada hubungan bermakna dan positif secara statisyik semakin baik. Komunikasi itu sendiri mempunyai 11 subvariabel dan mempunyai hubungan yang bermakna adalah menerima pengarahan atau perintah (p=0,045, r=0,324 atau p<0,05) dan memebri atau menerima keputusan (p=0,039 dan r=0,342 atau p<0,0) sehimgga semakin kurang berkolaborasi. Dan ditunjang oleh hasil observasi hubungan antara komunikasi dan praktik kolaborasi yang diuji dengan spearman rank mempunyai nilai r=0,679 dan p=0,023(p<0,05).

Hubungan komuikasi dan praktik kolaborasi yang dimoderasi atau dirancu oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu, nilai r=0,699 dan p=0,016 (p<0,05) maka ada hubungan yang bermakna. Karakteristikdemogarafi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan stauts kepegawaian) dan kebutuhan ekonomi individu berarti mempengaruhi komunikasi dan praktik kolaborasi. Perbedaan tingkat pendidikan itu mempengaruhi keberanian dan keberanian perawat dalam berdiskusi dan beragumentasi serta berkolaborasi dengan baik.

Luthans menyatakan bahwa komunikasi antara teman sejawat maupun komunikasi dalam hubungan kerja dala tingkat yang sama dalam sebuah organisasi dibutuhkan pemberian dorongan sosial untuk individu atau pribadi dari seseorang yang berkomunikasi. Hal tersebut sesuai pendapat Goossen, Epping, dan Abraham yaitu pemberian informasi dari displin profesi lain merupakan empiris dan proses informasi sebagai bahan untuk model membuat keputusan. Keputusan dokter dalam perawat dalam berkolaborasi mempunyai tujuan yang sama tetapi formulasinya yang berbeda. Chen juga menyatakan bahwa semua komponen dalam berkomunikasi dari hubunga kolaborasi.

Dokter lebih baik meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien secara seksama karena sekarang tuntunan masyarakat kan pelayanan semakin meningkat dan dengan komunikasi yang baik akan memberikan kepuasan pasien dan menurunnya medical arror maupun nursing error. Dalam beberapa kurun waktu secara tradisional sikap dominan kerja sama (domain) anatar dokter-perawat tidak ditentang karena bersumber dari perbedaaan pendidikan dan pemberian gaji serta adanya perawatan pembantu atau asisten dokter.

Menurut Warelow, kekurangan dari penolakan serius dari beberapa bentuk yang demikian ditegakkan statusquo, akhirnya mereka lebih baik bekerja sama, dalam tindakan keputusan (domain) yang mana pada waktu tertentu (di beberapa waktu) dapat melakukan tindakan medis. Jadi domain antra perawat dan dokter belum dapat dipertegas tetapi masih tumpanh tindih dan belu ada kejelasan yang nyata.Dari hasil observasi banyak masalah yang belum diperhatikan oleh perawat maupun dokter. Perbedaan praktik kolaborasi diantar kelompok pasien yang ketergantungan mempunyai p=0,01 (p<0,05) yaitu ada perbedaan yang bermakna diantar pasien ketergantungan penuh, ketergantungan sebagian dan yang mandiri. Parah tidaknya pasien sangat mempengaruhui perawat dokter dalam berkolaborasi, karena keberadaan dokter berada disamping pasien cenderung hanya pagi saja dan kurang lebih hanya 5 menit, tetapi kalau pasien parah, perawat teleon saja atau kalau perlu baru datang.

Perawat berada disamping pasien selam 24jam sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik. Untuk memberikan pelayanan yang baik dan tim yang baik. Untuk memberikan pelayan yang prima (komrehensip=biopsiko-sosial)dan berorientasi pada customer maka sudah waktunya kolaborasi antara perawat-dokter perlu ditingkatkan. Kolaborasi dapata termasuk tim inter disiplin dan interaksi perawat-dokter dalam praktik. Dokter harus mengetahui bahwa mreka tergantung sistem dalam menentukan kebutuhan perawat kesehatan dari pasie-pasien mereka dan progaram perawatan kesehatan untuk perbaikan kualitas kesehatan.


BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Yidak ada kelompok yang dapat penyatakan lebih berkuasa di atas yang lainnya. Masing-masing profesi memilki profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, saling menerima, berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan menfalisitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkulitas. Akan tetapi praktik kolaborasi perawat dokter yang terjadi belum mencapai optimal tetapi masih tahap berunding dan masih ada yang menghindar yang disebabkan kurang siapnya sumber daya keperawatan dan masih adanya kesenjangan tingkat kependidikan perawat dan dokter serta kuarangnya komitmen dokter untuk ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan.

1. Pada praktik kolaborasi mempunyai hubungan yaitu:Ada hubungan bermakna komunikasi dengan prakti kolaborasi. Dengan komunikasi yang baik dan menghargai profesi lain dalam pengambilan keputusan bersama (dalam kolaborasi) di kelompok maka akan tercipta suatu tim work yang baik sehingga komitmen dalam memberikan pelayanan yang komprehensip dapat tercipta.

2. Tidak ada hubungan antara domain dengan praktik kolaborasi dimana domain sangatlah bervariasi, baik pendapat dokter maupun perawat dan belum adanya standar domain bersama (dokter-perawat)yang baku di Indonesia.

3. Komunikasi dan praktik kolaboarasi hubungannya bermakna dengan dimoderasi oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu.

4. Hubungan domain dan praktik kolaborasi akan berhubungan sangat bermakna secara statistik setelah dimoderasi oleh karakteristik demografi dan kebutuhan ekonomi individu.

5. Ada perbedaan yang bermakna kolaborasi di antara kelompok pasien yang parah, sedang, dan mandiri. Praktik kolaborasi pada tahap berunding banyak dilakukan pada pasien yang ketergantungan sebagian (sedang)karena pada pasien ketergantungan penuh (parah) dokter hanya memberi pengarahan dan keputusan tanpa meminta pendapat perawat.


III. 2 Saran

1. Untuk Pendidikn:Perlu adanya sosialisasi praktik kolaborasi dan managed care diantara tim kerja kesehatan atau profesi kesehatan mulai dari situasi pendidikan.

2. Untuk Rumah sakit: Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kesehatan perlu adany peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang baik ke pasien maupu antar tim kerja, dan untuk meningkatkan praktik kolaborasi perlu adanya komitmen bersama antara pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi kesehatan), dimana pimpinan dapat mengadopsi managed care dan mensosialisasikan serta dapat diterapkan pada pelayan.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

• Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating foer Optimal Healt, Second Editions. Apleton and Ladge. Prenticehall. USA
• Capernito L.J., Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, (Alih bahasa): Tim Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, EGC, Jakarata, 1998.
• Chen A.M., Wismer B.A, Lew R, Kang S.H., Mink K., Moskowitz J.M., and Togerration Involving Korean Americans of Preventive Medicine, 1997;13:6.
• Cox J. R.W., Mann L., and Samson D.,Benchmarking As a Mixed Metaphor;Disentangling Assumitions of Competition and Collaboration, Journal of Management Studies, 1997;34:2
• Dochterman, Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN, 2001 Current Issue in Nursing. 6th Editian Mosby Inc.USA
• Goosen W.T.F., Epping P.J.m.m., and Abraham, Classification System in Nursing:Formalizing Nursing Knowledge and Implication for Nursing Information System, Iternatinal Journal of Biomedical Computing, 1996;40:187-95
• Luthans F., Organization Behavior, Sixth Edition George Holmes Professor of Management University of Nebrasha, Tokyo, 1992.
• Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta
• Warelow P.J., and Psych A.f., Nurse-Doctor Relationships in Multidisciplinary Teams: Ideal or Real, International Journal of Nursing Practice, 1996;2:117-23.
• www. Nursingword. 1998.:Collaboration and Independent Practice: Ongoing Issue for Nursing. Dikses pada tanggal 12 Maret 2007.
• www.Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
• www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002: Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
• www.nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing-Physician workplace Collaboration. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
• www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
• www.nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaborative Partnership. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar